Rabu, 28 November 2018

SPK ( Sistem Pengambilan Keputusan)

 
[ Tugas Kuliah ] Konsep Teknologi Informasi | Artikel Aplikasi SPK 
Tugas TI POLITALA Konsep Teknologi Informasi 1A
Nama            : Vify Alaisia Melyani
Kelas             : 1A Teknik Informatika
NIM              : 1801301110
Matkul           : Konsep Teknologi Informasi
Semester        : Semester 1


SPK ( Sistem Pengambilan Keputusan)


   A.   Pengertian Sistem Pengambilan Keputusan (SPK)
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer termasuk sistem berbasis pengetahuan atau manajemen pengetahuan yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah semi terstruktur yang spesifik.
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis adhoc data, pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan yang digunakan pada saat-saat yang tidak biasa. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) juga merupakan penggabungan sumber-sumber kecerdasan individu dengan kemampuan komponen untuk memperbaiki kualitas keputusan dan menjadi sistem informasi berbasis komputer untuk manajemen pengambilan keputusan yang menangani masalah-masalah semi struktur.
Dengan pengertian diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Sistem Pendukung Keputusan (SPK) bukan merupakan alat pengambilan keputusan, melainkan merupakan sistem yang membantu pengambil keputusan untuk melengkapi informasi dari data yang telah diolah secara relevan dan diperlukan untuk membuat keputusan tentang suatu masalah dengan lebih cepat dan akurat. Sehingga sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pengambilan keputusan dalam proses pembuatan keputusan.

B. Fungsi Sistem Pengambilan Keputusan (SPK)
Secara global dapat dikatakan bahwa fungsi dari Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah untuk meningkatkan kemampuan para pengambil keputusan dengan memberikan alternatif-alternatif keputusan yang lebih banyak atau lebih baik, sehingga dapat membantu untuk merumuskan masalah dan keadaan yang dihadapi. Dengan demikian Sistem Pendukung Keputusan (SPK) dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya. Jadi dapatlah dikatakan secara singkat bahwa tujuan Sistem Penunjang Keputusan adalah untuk meningkatkan efektivitas (do the right things) dan efesiensi (do the things right) dalam pengambilan keputusan. Walaupun demikian penekanan dari suatu Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah pada peningkatan efektivitas dari pengambilan keputusan dari pada efisiensinya.
 

C. Artikel Tentang Sistem Pengambil Keputusan

     Macam-macam artikel yaitu antara lain :


    1.     Artikel Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Kelompok untuk Amnesis, Diagnosis dan Terapi Gangguan Jiwa
Di Indonesia, kesehatan jiwa menjadi bagian yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Sedangkan gangguan jiwa (mental disorder) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa,yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya (Menkes, 2002)
Penelitian ini bertujuan untuk membagun suatu sistem berbasis web yang berfungsi sebagai linical Group Decision Support System (CGDSS) untuk diagnosis gangguan jiwa nonpsitotis. Proses diagnosis didasarkan pada basis pengetahuan yang dibentuk berdasarkan kompromi dari para pengambil keputusan (psikiater atau psikolog klinis) melalui konsep fuzzy multi attribute decision making(FMADM).
Pada analisis kebutuhan sistem akan dibahas beberapa kebutuhan dan atau persyaratan terkait dengan input, proses, output, dan antarmuka sistem yang akan dibangun. kebutuhan(persyaratan) ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para psikiater, psikolog (baik klinis maupun non klinis), dan dokter di bidang farmakologi. Berdasarkan hasil wawancara,kebutuhan Group Support System (GSS), dan Clinical Decision Support System(CDSS) (Turban, 2005), diperoleh hasil analisis kebutuhan sistem berikut.


1)     Kebutuhan input
         Sistem yang akan dibangun membutuhkan beberapa data input, antara lain:
a.      Data pengguna sistem, seperti: username, password, nama lengkap, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat dan tanggal lahir, nomor telpon atau HP, alamat email, institusi, alamat institusi.
b.     Data gangguan jiwa, seperti: kode gangguan dan nama gangguan.
c.     Data gejala gangguan jiwa, seperti: kode gejala dan nama gejala.
d.     Data hubungan gejala dan gangguan jiwa.
e.      Preferensi dengan format ordered vector, utility vector, selected subset, atau fuzzy selected
f.       subset yang akan digunakan untuk membentuk basis pengetahuan berdasarkan
g.     FMADM(Kusumadewi, dkk., 2007).
h.     Data farmakoterapi, seperti: nama golongan obat, nama generik obat, nama dagang obat, perusahaan yang memproduksi obat, kemasan, sediaan, dosis, indikasi, efek samping, satuan sediaan, satuan dosis, hubungan antara jenis gangguan dan golongan obat, hubungan antara kondisi medik dengan golongan obat.
i.        Data psikoterapi, seperti: jenis psikoterapi dan hubungan antara jenis gangguan dan jenis
j.        psikoterapi.
k.     Data psikososial dan medik umum, seperti: jenis masalah psikososial, kode medik dan nama medik seperti yang diberikan oleh ICD-10.
l.        Data pendukung inferensi, seperti: metode inferensi (SAW atau TOPSIS), dan nilai threshold.
m.   Data pasien, seperti: kode pasien, nama pasien, jenis kelamin, alamat dan pekerjaan.


           2).      Kebutuhan proses
           Beberapa proses dibutuhkan untuk mengolah data input menjadi output yang berupa
:

a.      informasi yang diharapkan. Beberapa proses tersebut antara lain.
b.     Proses manajemen pengetahuan, yang meliputi: manipulasi data gangguan, gejala, hubungan gejala & gangguan pada aturan PPDGJ, hubungan gejala & gangguan pada CGDSS, manipulasi data preferensi, akuisisi pengetahuan, manipulasi data farmakoterapi, manipulasi data psikoterapi, manipulasi data medik, manipulasi data pekerjaan, dan manipulasi data PPDGJ III.
c.     Proses manajemen inferensi, yang meliputi: ubah atribut pengambil keputusan menampilkan statistik preferensi, uji sensitivitas, mengubah metode inferensi, dan mengubah nilai threshold.
d.     Proses manajemen data pasien, yang meliputi: input, ubah, hapus dan menampilkan informasi data pasien.
e.      Proses anamnesis, diagnosis dan terapi, yang meliputi: registrasi pasien, manipulasi data pasien pada aksis I, II, III, IV dan V, proses farmakoterasi & psikoterapi pasien, cetak hasil anamnesis, diagnosis & terapi.
f.       Proses manajemen pengguna, yang meliputi: input, ubah, hapus dan menampilkan informasi data pengguna.
g.     Proses manajemen informasi, yang meliputi: manajemen data berita, link informasi, forum, dan polling.
h.     Proses manajemen konferensi, yang meliputi: manajemen agenda konferensi dan konferensi online.
i.        Proses display informasi umum, yang meliputi: isi & menampilkan buku tamu, pendaftaran.
j.        Proses login untuk masuk ke sistem sesuai dengan level aksesnya.

         3) Kebutuhan output
          Output yang diharapkan berupa informasi terkait beberapa hal, antara lain:

               a.      Informasi jenis gangguan.
               b.     Informasi gejala gangguan jiwa.
               c.     Informasi aturan menggunakan PPDGJ III.
               d.     Informasi kondisi dalam aturan CGDSS.
               e.      Informasi preferensi dengan format ordered vector, utility vector, selected subset, dan fuzzy selected subset .
               f.       Informasi farmakoterapi.
               g.     Informasi psikoterapi.
               h.     Informasi hasil anamnesis terhadap pasien.
               i.        informasi hasil diagnosis terhadap pasien .
               j.        Informasi hasil terapi terhadap pasien.
               k.       Laporan rekam medik yang berisi hasil anamnesis, diagnosis, dan terapi
 
4) Kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras
         Sistem yang akan dibangun dapat bekerja dengan optimal apabila dioperasikan dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak dengan spesifikasi minimal berikut.
a) Perangkat lunak (software), untuk server:
a.      Sistem Operasi Linux atau UNIX.
b.     Apache web server (minimal versi 2.0.53.0).
c.     Bahasa pemrograman web, PHP (minimal versi 5.0.4.4).
d.     Administrator basisdata, phpMyAdmin (minimal versi 2.6.1).
e.      Basisdata, MySQL
b) Perangkat lunak (software), untuk workstation:
a.      Sistem Operasi Windows X (Windows XP, Vista, dll), Linux.
b.     Web browser, seperti: internet explorer (tampilan terbaik minimal versi 6) atau Mozila Firefox.
c) Perangkat keras (hardware), untuk server:
a.      Seperangkat komputer server.
b.     Jaringan internet.
c.     GSM modem
d.     Sarana komunikasi data antara GSM modem dan komputer.
d) Perangkat keras (hardware), untuk workstation:
a.      Seperangkat komputer dengan spesifikasi: prosesor pentium IV, RAM 512 MB, hardisk dengan sisa memori 250 MB.
b.     Jaringan internet.


     5) Kebutuhan antarmuka
             Sistem dibangun berbasis web, dengan 2 model antarmuka yang digunakan yaitu model dialog dan model pengisian formulir. Model menu berbentuk pohon hirarki yang bertujuan untuk menyeleksi sejumlah pilihan dari setiap menu yang jumlahnya relatif sedikit (Downtown, 1992: 82). Model pengisian formulir bertujuan untuk mengisi data-data (yang biasanya akan disimpan dalam basisdata) melalui formulir yang tervisualisasi (Downtown, 1992: 87). Kedua model ini dipilih dengan alasan bahwa:
  1. Kedua model relatif mudah digunakan dan sudah familiar dengan para pengguna.
  2. Model menu digunakan, karena pada sistem yang dibuat terdiri-dari sejumlah proses yang masing-masing memiliki cukup banyak subproses.
  3. Model pengisian formulir digunakan, karena sistem yang dibangun terdiri-dari beberapa proses yang membutuhkan input data dari pengguna. Pada model pengisian formulir, beberapa objek digunakan baik sebagai media pengisian seperti textbox dan objek untuk pilihan seperti checkbox, radiobutton, atau combobox.

     6) Perancangan sistem
    Pada proses perancangan, diawali dengan membuat diagram konteks sistem. Kemudian dilanjutkan dengan membuat Diagram Arus Data (DAD). Untuk setiap proses yang terdapat pada suatu DAD akan diderinci lagi ke bentuk DAD level berikutnya apabila diperlukan. Semua pengambil keputusan dapat berpartisipasi dalam:
  1. Melakukan manipulasi (input, ubah, hapus) data gangguan maupun gejala.
  2. Membentuk kondisi (anteseden) kejiwaan yang berisi kumpulan gejala.
  3. Memberikan preferensi terhadap kondisi tersebut.
  4. Melakukan akuisisi pengetahuan.
  5. Membentuk aturan terkait penetapan farmakoterapi dan psikoterapi
 

         7) Perancangan Basis Data
   Sistem basisdata yang dibangun terdiri-atas 47 tabel, antara lain: tabel Login, Gangguan, Gejala, Gangguan_Umum, GejalaGangguan, Konsekuen_PPDGJ, Standar, Anteseden, P_Ordered, P_Utility, P_SelectedSubset, P_FuzzySelectedSubset, Matriks, MADM, KlasObat, GolObat, Generik, BrandObat, PerusahaanObat, Kemasan, Satuan, HubObat, AturanObat, Psikoterapi, HubTerapi, Pasien, Periksa, Diagnosis, Medik, Psikososial, GangguanPasien, MedikPasien, PsikososialPasien, ObatPasien, TerapiPasien, GolForum, Forum, KomentarForum, Polling, JawabPolling, Konferensi, Informasi, Berita, PPDGJ3, Pekerjaan, Kota, dan BukuTamu


 


 Hasil dari sistem




         8) Pengujian
  Pengujian dilakukan dalam 2 bentuk. Pertama, pengujian terhadap validitas sistem (disebut: CGDSS) apabila dibandingkan dengan gold standard (PPDGJ III). Kedua, pengujian terhadap kinerja sistem berdasarkan evaluasi yang diberikan oleh para pengguna (psikiater, psikolog, atau pengguna lain yang berkepentingan).
Proses pengujian validitas CGDSS terhadap PPDGJ III dilakukan pada ke-30 gangguan yang menjadi sample dalam penelitian. Proses pengujian dilakukan dengan cara memberikan beberapa gejala yang relevan dengan jenis gangguan tertentu sesuai dengan kriteria diagnosis PPDGJ III seperti yang telah dibahas pada Bab III. Selanjutnya sistem akan mendiagnosis gejala-gejala tersebut untuk mendapatkan jenis gangguan jiwa yang direkomendasikan. Sebagai contoh diberikan gejala-gejala seperti terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan PPDGJ III jenis gangguan yang relevan dengan kondisi tersebut adalah episode depresif (F32.0).


Tabel Gejala-gejala pada pengujian-1.






menunjukkan sebanyak 280 hasil diagnosis dengan CGDSS sesuai dengan gold standard (PPDGJ III) dan 21 hasis diagnosis dengan CGDSS tidak sesuai dengan PPDGJ III. Sehingga dapat dikatakan bahwa 93% hasil diagnosis sesuai dengan gold standard.
Pengujian sistem juga dilakukan dengan cara memberi kesempatan kepada para pengguna (psikiater, psikolog, dan dokter di bidang farmakologi) untuk mengevaluasi kinerja sistem. Evaluasi dilakukan pada setiap sub sistem (manajemen pengetahuan, inferensi, terapi, informasi, pengguna, dan konferensi). Penilaian dilakukan dengan skor 1 = sangat buruk, 2 = buruk, 3 = cukup, 4 = baik, dan 5 = sangat baik. Hasil evaluasi untuk setiap sub sistem terlihat pada Tabel 2. Nilai rata-rata untuk semua sub sistem adalah 4,321. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa para pengguna memberikan nilai BAIK untuk CGDSS yang telah dibangun.


Tabel 2. Hasil pengujian setiab subsistem







2. Artikel Mengenai Sistem Penunjang Keputusan dalam
MANAJEMEN SISTEM INFORMASI RS


1). Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK)
Sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK) merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk divisi pelayanan keperawatan. Paket perangkat lunak ini mempunyai program-program atau modul-modul yang dapat membentuk berbagai fungsi manajemen keperawatan. Kebanyakan SIMK mempunyai modul-modul untuk :
1. Mengklasifikasikan pasien
2. Pambentukan saraf
3. Penjadwalan
4. Catatan personal
5. Laporan bertahap
6. Pengembangan anggaran
7. Alokasi sumber dan pengendalian biaya
8. Analisa kelompok diagnosa yang berhubungan
9. Pengendalian mutu
10. Catatan pengembangan staf
11. Model dan simulasi untuk pengembilan keputusan
12. Rencana strategi
13. Rencana permintaan jangka pendek dan rencana kerja
14. Evolusi program

Modul SIMK untuk klasifikasi pasien, pengaturan staf, catatan personal, dan laporan bertahap sering berhubungan. Pasien diklasifikasikan menurut kriterianya. Informasi klasifikasi pasien dihitung berdasarkan formula beban kerja. Juga susunan pegawai yang dibutuhkan dan susunan pegawai yang sebenarnya dapat dibuat.
SIMK dan komputer dapat membuat perawatan pasien lebih efektif dan ekonomis. Perawat-perawat klinis menggunakannya untuk mengatur perawatan pasien, termasuk di dalamnya sejarah pasien, rencana perawatan, pemantauan psikologis dan tidak langsung, catatan kemajuan perawatan dan peta kemajuan. Hal ini dapat dilakukan di semua kantor/ruang perawat.
Perawat-perawat klinis dapat menggunakan SIMK untuk mengganti sistem manual pada pencatatan data. Hal ini dapat mengurangi biaya sekaligus memungkinkan peningkatan kualitas dari perawatan. Dengan sistem informasi usia, manajer perawat dapat merencanakan karier untuk mereka sendiri dan perawat klinis mereka. Karier baru di SIMK mungkin satu jawaban untuk perawat.


2) Manajemen Asuhan Keperawatan yang menggunakan
    Model dalam Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
    1) Metode Kasus
    2) Metode Fungsional
    3) Metode Perawatan Tim
    4) Metode Perawatan Primer
    5) Metode Keperawatan Modular
    6) Metode Manajemen Kasus


3) Issue-issue dalam Manajemen Asuhan Keperawatan
Ada banyak issue-issue yang berkembang dalam manajemen asuhan keperawatan dimasa yang akan datang, beberapa diantaranya adalah :
1) Robotik
Robot akan membantu perawat dalam menjelaskan beberapa tugas. Hal yang paling praktis dengan menggunakan robot yaitu penggunaan kartu elektronik, dimana digunakan untuk penyimpanan dan transpor obat-obatan, kain-kain dan persediaan-persediaan lain. Contoh lain yaitu tangan robot yang dapat digunakan untuk mengangkat yang berat. Kemungkinan aplikasi dimasa yang akan datang termasuk prosedur-prosedur yang tidak dapat untuk dibentuk seperti mata, otak, atau perbedaan tulang belakang atau prosedur dimana kontak secara langsung merupakan kontra indikasi untuk bahaya kesehatan. Seperti seorang pasien dengan tidak ada sistem kekebalan.
2) Komunikasi Suara
Komunikasi suara akan membantu perawat untuk berbicara dengan komputer mereka. Keyboard dan pembaca bar code tidak akan dibutuhkan untuk memasukkan atau mendapatkan kembali informasi komputer akan diminta untuk menampilkan informasi atau untuk mencatatnya dengan perintah suara.
3) Sistem Ahli dan Inteligensia Buatan
Kecenderungan masa depan lainnya adalah sistem ahli dan inteligensia buatan. Manajer perawat mempunyai akses ke kuantitas informasi yang besar yang memungkinkan mebantu mereka dalam membuat keputusan setiap hari. Dengan sistem ahli, manajer perawat dapat mengidentifikasi situasi manajemen, kriteria pendefinisian masalah, dan tujuan dari penanganan situasi. Manajer perawat kemudian mengevaluasi alternatif dan membuat keputusan.
Sistem ahli membuat kode pengetahuan yang relevan dan pengalaman dari ahli-ahli dan untuk memungkinkannya ada pada orang yang kurang berpengetahuan dan kurang berpengalaman. Suatu contoh dimana diperlukannya pengetahuan dan pengalaman total dari spesialis perawat klinis dibidang keperawatan ilmu neurologi, hal ini kemudian dikodekan dalam program komputer, dan dimungkinkannya ada untuk perawat melaksanakan klinis di area ilmu neurologi. Mereka akan mengkonsultasikannya untuk memecahkan masalah asuhan keperawatan.

3. PENGGUNAAN METODE TOPSIS

Abstrak.
Permasalahan pengambilan keputusan merupakan proses pencarian opsi terbaik dari seluruh alternative fisibel. Multiple criteria decision making merupakan bagian dari problem pengambilan keputusan yang relatif kompleks, yang mengikutsertakan beberapa orang pengambil keputusan, dengan sejumlah berhingga kriteria yang beragam yang harus dipertimbangkan, dan masing-masing kriteria itu memiliki nilai bobot tertentu, dengan tujuan untuk mendapatkan solusi optimal atas suatu permasalahan. Salah satu metode yang digunakan untuk menangani permasalahan ini, adalah Technique for Order Performance by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Konsep fundamental dari metode ini adalah penentukan jarak Euclide terpendek dari solusi ideal positif dan jarak Euclide terjauh dari solusi ideal negatif. Di akhir makalah akan dilakukan studi kasus, yang dapat memperjelas penggunaan metode TOPSIS pada permasalahan multiple criteria decision making.
Kata kunci : pengambilan keputusan, multiple criteria decision making, TOPSIS, solusi ideal positif, solusi ideal negatif
1). Pendahuluan
Dalam kehidupan nyata terdapat bermacam-macam jenis keputusan. Ada keputusan yang mudah diambil, dan sudah tentu ada juga keputusan yang baru dapat diambil setelah dipertimbangkan segala macam aspek secara cermat. Ada keputusan yang hasilnya hanya membawa konsekuensi bagi fihak yang mengambil keputusan tersebut, ada juga keputusan yang menyangkut nasib orang banyak, seperti keputusan dalam bidang politik ekonomi yang diambil pemerintah suatu negara. Manusia senantiasa dihadapkan pada kewajiban untuk pada waktu-waktu tertentu mengambil keputusan. Misalnya keputusan untuk bersekolah, keputusan untuk bekerja, keputusan untuk berlibur, keputusan untuk membeli barang-barang, keputusan untuk memilih pasangan hidup. Dalam kenyataan bisa dilihat bahwa tidak semua keputusan yang diambil senantiasa membawa hasil seperti yang diinginkan. Berhasil dan tidaknya suatu keputusan tergantung dari berbagai faktor. Semakin banyak faktor yang harus dipertimbangkan, semakin relatif sulit juga untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan. Apalagi jika upaya pengambilan keputusan dari suatu permasalahan tertentu, selain mempertimbangkan berbagai faktor/kriteria yang beragam, juga melibatkan beberapa orang pengambil keputusan (expert). Permasalahan yang demikian dikenal dengan permasalahan multiple criteria decision making. Pada makalah ini akan dicoba dibahas metode TOPSIS, sebagai suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan multiple criteria decision making.
2. Pengambilan Keputusan
Sebelum mulai dengan mengemukakan definisi pengambilan keputusan, kiranya perlu disampaikan lebih dulu tentang apa pengertian keputusan itu. Menurut Ibnu Syam, keputusan sesungguhnya merupakan hasil pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan (decision making), satu diantaranya, menurut Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih. Dapat pula dikatakan bahwa pengambilan keputusan adalah tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu di antara alternatif-alternatif yang dimungkinkan. Memang pada hakikatnya pembuatan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi, dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat .
Pengambialan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah. Kerap kali masalah pengambilan keputusan merupakan satu segi saja, tetapi ada kemungkinan dapat saja terjadi masalah yang pemecahannya menghendaki dua hal kontradiksi terpecahkan.
Kesimpulan yang diperoleh mengenai pengambilan keputusan adalah : tujuan pengambilan keputusan itu bersifat tunggal, dalam arti bahwa sekali diputuskan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain. Kemungkinan kedua adalah tujuan pengambilan keputusan dapat juga bersifat ganda (multiple objectives) dalam arti bahwa satu keputusan yang diambilnya itu sekaligus memecahkan dua masalah (atau lebih) yang sifatnya kontradiktif ataupun yang tidak kontradiktif. Terry, mengemukakan bahwa dasar pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan : intuisi, fakta, pengalaman, wewenang, sedangkan metode pengambilan keputusan adalah : operations research, linear programming, gaming, probability, ranking and statistical weighting.

3. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta
Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan itu didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Pendapat semacam ini banyak juga yang mendukungnya. Sebenarnya istilah fakta di sini perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan data itu merupakan bahan mentahnya informasi. Dengan demikian maka data harus diolah lebih dulu menjadi informasi, kemudian informasi inilah yang dijadikan dasar pengambilan keputusan.
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang memadai dikatakan sebagai keputusan yang sehat, solid, dan baik. Namun untuk mendapatkan informasi yang memadai, terkadang sulit. Informasi yang terpercaya itu datanya lebih dulu harus diolah dengan cermat. Pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individual dan juga dapat dilakukan oleh sekelompok orang. Keputusan individual dibuat oleh seorang pengambil keputusan secara sendirian, sedangkan keputusan kelompok dibuat oleh sekelompok orang, yang biasanya merupakan satu tim atau panitia.

4. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) 

Menggunakan Metode SAW

 

Metode SAW sering dikenal dengan istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW (Simple Additive Weighting) adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut. Metode SAW dapat membantu dalam pengambilan keputusan suatu kasus, akan tetapi perhitungan dengan menggunakan metode SAW ini hanya yang menghasilkan nilai terbesar yang akan terpilih sebagai alternatif yang terbaik. Perhitungan akan sesuai dengan metode ini apabila alternatif yang terpilih memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Metode SAW ini lebih efisien karena waktu yang dibutuhkan dalam perhitungan lebih singkat. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.


 
 

Keterangan :
Vi   = rangking untuk setiap alternatif
wj   = nilai bobot dari setiap kriteria
rij   = nilai rating kinerja ternormalisasi
Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.
Contoh:
- Sebuah perusahaan makanan ringan XYZ akan menginvestasikan sisa usahanya dalam satu tahun.
- Beberapa alternatif investasi telah akan diidentifikasi. Pemilihan alternatif terbaik ditujukan selain 
untuk keperluan investasi, juga dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan ke depan.
- Beberapa kriteria digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan,yaitu:

C1=Harga, yaitu seberapa besar harga barang tersebut.
C2 =Nilai investasi 10 tahun ke depan, yaitu seberapa besar nilai investasi barang dalam jangka waktu 
10 tahun ke depan.
C3 =Dayadukung terhadap produktivitas perusahaan, yaitu seberapa besar peranan barang 
dalam mendukung naiknya tingkat produktivitas perusahaan. 
Daya dukung diberi nilai: 1= kurangmendukung, 2 = cukup mendukung; dan 3 =sangat mendukung.
C4 =Prioritas kebutuhan, merupakan tingkat kepentingan (ke-mendesak-an) barang untuk dimiliki 
perusahaan. 
Prioritas diberi nilai:1=sangat berprioritas, 2 =berprioritas; dan 3 = cukupberprioritas.
C5 =Ketersediaan atau kemudahan, merupakan ketersediaan barang di pasaran. 
Ketersediaan diberi nilai:1= sulit diperoleh, 2 = cukup mudahdiperoleh; dan 3 =sangat mudah diperoleh.

- Dari pertama dan keempat kriteria tersebut, kriteria pertama dan keempat merupakan kriteria biaya, 
sedangkan kriteria kedua, ketiga, dan kelima merupakan kriteria keuntungan.
- Pengambil keputusan memberikan bobotuntuk setiap kriteria sebagai berikut:
C1 = 25%; C2 =15%; C3 = 30%;Â  C4 = 25; dan C5 = 5%.

- Ada empat alternatif yang diberikan, yaitu:
A1= Membeli mobil box untuk distribusi barang ke gudang;
A2 = Membeli tanah untuk membangun gudang baru;
A3 = Maintenance sarana teknologi informasi;
A4 = Pengembangan produk baru.

 








5. SPK dalam proses kenaikan
jabatan dan perencanaan karir

Sebuah perusahaan sering mengalami kekosongan pada sebuah jabatan di perusahaan. Kekosongan jabatan seperti ini akan mengurangi kualitas perusahaan jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Pengisian jabatan yang kosong pada proses kenaikan jabatan sering mengalami kesulitan karena pengajuan calon kandidat yang bisa menempati jabatan tersebut dengan cara pencocokan profil karyawan dan profil jabatan kurang terdefinisi dengan baik. Untuk meminimumkan kendala tersebut diperlukan suatu sistem pendukung keputusan yang dapat menganalisa beberapa karyawan yang sesuai dengan profil jabatan yang ada.

Sistem pendukung keputusan untuk proses profile matching dan analisis gap dapat dijadikan salah satu penyelesaian dalam permasalahan manajemen karyawan seperti ini. Untuk lebih jelasnya, pada blog ini disediakan sebuah paper mengenai Pembuatan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan untuk Proses Kenaikan Jabatan dan Perencanaan Karir. Paper tersebut dapat didownload dibawah ini.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar